TIGA bulan lagi, Puasa Ramadan mulai. Satu bulan sudah umat
muslim terbiasa makan secara teratur yaitu saat sahur dan berbuka, serta tidak
makan secara berlebihan. Selama berpuasa, kadar konsumsi junk food ataupun camilan yang tidak sehat pun
berkurang karena kegiatan mengonsumsi makanan jenis ini tidak dilakukan pada
siang hari.
Tibalah hari Lebaran. Dalam tradisi masyarakat Indonesia,
hari raya Idul Fitri merupakan symbol kemenangan yang biasanya dirayakan dengan
meriah. Kemeriaan ini tidak lepas dari terhidangnya berbagai makanan lezat
serta penganan yang menggugah selera
Lebaran pun dijadikan ajang balas dendam. Semua makanan
tampak menarik, sayang jika tidak dicoba. Akhirnya, tak terasa semua makanan
pun dicicipi, dari mulai ketupat, gulai atau opor, sambal goreng ati, rendang,
semur daging sapi, hingga kue taart.
Segala jenis makanan yang dihidangkan memang sangat
menggoda, tetapi jangan sampai lupa diri. Selain pentingnya menahan diri,
segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik bagi kesehatan.
Menurut dr Ekky M Rahardja, ahli gizi medik dari Bagian Ilmu
Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, makan secara berlebihan
berpeluang memicu berbagai penyakit pencernaan. Bahkan kandungan lemak, minyak, dan kolesterolnya
memicu kemunculan penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, jantung coroner,
hingga stroke.
Gangguan pencernaan atau dispepsi bisa terjadi karena
ketidaksiapan enzim pencernaan dalam tubuh. Enzim yang biasanya tersedia untuk makanan dalam porsi puasa, tiba-tiba
harus dihasilkan dalam jumlah banyak
karena bahan yang harus dicerna cukup banyak, sehingga enzim pencernaan menjadi
tidak cukup.
“Tidak cukupnya enzim pencernaan membuat partikel makanan
tidak dapat dipecah menjadi molekul yang sederhana, dan tidak bisa diserap
tubuh,” ujar Ekky.
Jika tidak bisa diserap, apa yang terjadi? Akan terjadi
pembusukan di usus, lalu bahan yang membusuk bisa menjadi racun bagi tubuh.
Sebagian racun akan dikeluarkan tubuh
dalam bentuk gas yang berbau busuk, sebagian lagi akan diserap oleh saluran
pencernaan tubuh. Racun yang diserap
tubuh akan menuju hati sehingga hati harus bekerja keras untuk menetralkan
racun (detoksifikasi) karena jika tidak dinetralkan kita bisa mati keracunan.
Pada saat bekerja berat menetralisasi racun, hati membutuhkan banyak oksigen.
Hal ini yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk jika kita makan berlebihan. “Biasanya
rasa lemas malah membuat seseorang kembali makan,” tentu itu bukan solusi yang
tepat karena malah memperparah,” tutur
dokter dari RS Siloam, Jakarta ini.
Gangguan pencernaan lain, misalnya osmotik diare. Diare
jenis ini disebabkan adanya molekul-molekul yang menarik air di dalam saluran
cerna kita. Misalnya saja karbohidrat yang tidak dicerna dengan baik akan
menarik air. Akibatnya air di dalam usus bertambah dan terjadilah osmotik diare.
Selain itu, lemak yang tidak tercerna dengan baik bisa menyebabkan
steatorhea dengan gejala mencret-mencret.
Bukan hanya itu, makan berlebihan secara tiba-tiba dapat
menjadi pemicu penyakit yang lebih berbahaya seperti diabetes.
Tubuh yang biasa mengolah karbohidrat dalam jumlah rendah
saat berpuasa tiba-tiba dihadapkan pada jumlah karbohidrat yang lebih besar
dari biasanya.” Hal tersebut dapat menyebabkan kenaikan gula darah. Lalu hormon
insulin akan lelah dan tidak bisa diproduksi dengan cukup, muncullah diabetes,” kata Ekky.
(IJ/0-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar