Cari Blog Ini

Senin, 16 Februari 2015

NY TITI POHAN: KUSELAMATKAN SUAMIKU DARI KELUMPUHAN

Mentari pagi bagai sembilu yang menikam jiwaku, tatkala kulihat suamiku terkulai pasrah di pembaringan. Suaranya menjadi cadel. Sinar kehidupan nyaris sirna dari tatapannya. Aku gemetar dalam cemas, segera kutelepon sahabatku, Dr Farida Djalil. Apa yang terjadi dengan suamiku? Mengapa mendadak ia tak berdaya? Suara di seberang sana membuatku panik. Segera ke dokter, suamimu terserang stroke

Pagi bermentari tanggal 8 Oktober 1995 menjadi permulaan hari yang muram dalam hidupku. Kebahagiaan yang selalu meliputi hari-hariku sekejap saja berubah menjadi nestapa. Dengan kaki masih lunglai, kuseret langkahku mencapai pembaringan suamiku. Sosok tubuh yang kekar itu terkulai lemah. tubuh bagian kanannya, langsung lumpuh. Dan suara yang mendesah dari bibir yang selama ini selalu bersuara lantang, tiba-tiba begitu mengenaskan.

Dr. Farida Djalil merekomendasikan dua nama dokter ahli syaraf kepadaku.Yang pertama DR. Yusuf Misbach D.S.S dan yang kedua DR Teguh Ranakusuma.  Kucoba meneliti, di rumah sakit mana mereka bertugas. Aku menelepon dari satu rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Akhirnya kudapati nama DR. Yusuf Misbach yang berpraktek di rumah sakit Islam, Cempaka Putih.

Inilah hari pertama aku mengenal kata Stroke dalam hidujpku. Tak pernah kukira, kalau sakit kepala yang dirasakannya beberapa hari belakangan ini disertai telinga yang berdenging, menjadi malapetaka yang hebat di hari berikutnya. Aku tak lagi bisa berpikir tenang, jalan pintas yang tepat adalah segera membawanya ke dokter ahli, agar aku bisa memulihkan kesehatannya.

DIRAWAT SELAMA 40 HARI
Sesuai perjanjian dengan DR. Yusuf Misbach, aku segera membawanya ke rumah sakii Islam Cempaka Putih. Sore hari jalan raya macet total. Dari kawasan Cireunde di ujung selatan ibu kota, aku menempuh jalan panjang ke Cempaka Putih. Hatiku galau memeluknya. Sepanjang perjalanan suamiku muntah tak henti-entinya. Keringatnya mengucur deras. Aku berusaha agar tetap bersikap tenang. Kuhapus keringatnya, kebersihkan sisa-sia muntah yang membasahi kemejanya. Hatiku tak pernah berhenti berdoa, memohon keselamatan kepada Tuhan, meminta agar jalan yang kami tempuh menjadi lancar, ingin agar segera tiba di rumah sakit, supaya suamiku memperoleh pertolongan dokter.

Saat azan Magrib mengalun di speaker masjid, aku baru tiba di rumah sakit. Namun suasana menjadi sunyi. Dokter tidak di tempat, karena sedang berbuka puasa. Ya, Tuhan, kesabaran apalagi yang akan mengujiku di saat dada sesak oleh kecemasan sore ini? Batinku berdesah dalam galau. Kutatap wajah suamiku yang tempak makin lemah. Kesadarannya menurun meski tidak pingsan. Ia tampak diam dan berpasrah diri. Aku tak bisa menunggu lagi, harus ada tindakan utuk menolongnya. Aku segera mencari kursi roda, lalu aku dibantu sopir, aku mendudukkannya di kursi roda. Dengan gesit aku mendorongnya, kuminta seorang cleaning service membantu memindahkan suamiku ke tempat tidur dorong. Aku menolak masuk di bagian gawat darurat. Pesan Dr. Farida Djalil, harus langsung ke dokter ahlinya, agar penanganannya lebih cepat.

Sambil menunggu Dr.Yusuf Misbach, aku mengurus pemesanan kamar, melihat kondisi ruang perawatan, dan mengisi formulir pasien rawat inap. Beberapa saat kemudian, Dr. Yusuf Misbach memeriksa suamiku. Kembali ia meyakinkan, bahwa suamiku terkena stroke dengan kelumpuhan di bagian kanan tubuh. Untunglah aku cepat membawanya ke dokter, kalau tidak dokter tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan untuk menyelamatkan jiwa suamiku.

Selama hampir seminggu, suamiku berbaring di ruang perawatan. Selang infus, obat-obatan, dan pemeriksaan labotarium dilakukan untuk menentukan tindakan yang optimal dalam upaya penyembuhannya. Mulailah hari-hari panjang menunggu suamiku di rumah sakit. Kutinggalkan seluruh aktivitas hidupku demi merawat suami yang kucintai ini. Tak ada hari lagi untuk rileks nonton TV, santai , belanja, atau ke kantor. Semua jadi terhenti mendadak. Kukonsentrasikan seluruh perhatianku hanya untuk suami.

Menjelang seminggu perawatan, keluarga suami yang bekerja di RSCM merekomendasikan agar suamiku dipindahkan ke Stroke Centre Soepardjo Rustam dengan intensif. Dokter syarafnya banyak, susternya terlatih, dan sarana pengobatannya lengkap. DR.dr. Airiza Ahmad, D.S.S, yang mengepalai Stroke Centre segera memeriksa ulang kodisi kesehatan suamiku. Penyempitan pembuluh darah di saluran otak menjadi petaka yang memicunya ke arah stroke. Semua sudah terjadi, kini tekadku adalah membantu mengembalikan fungsi tubuh suamiku agar pulih seperti sediakala.

Tekadku ini membuat aku tak pernah pergi dari sisinya. Tak ada lagi kata rumah dalam kamus keseharianku. Hidupku sepenuhnya bersama suami, di rumah sakit. Dokter memberi aneka obat-obatan yang harus diminumnya. Kuteliti obatnya, kuperhatikan dosisnya, bahkan aku membeli referensi Daftar Obat Indonesia untuk lebih memahami jenis dan fungsi obat-obatan yang dikonsumsi suamiku.

Suamiku mulai menjalani fisioterapi dibimbing oleh para medis. Dengan tekun ia mengikuti latihan menggerakkan jari-jari tangannya. Bahkan aku memperoleh resep mujarab agar jari suamiku tidak menekuk seperti umumnya mereka yang pernah terkena serangan stroke. Jadi setiap jarinya menekuk cepat aku luruskan, kemudian jika ia terbaring dalam tidur, aku menindih jemarinya dengan bantal guling. hasilnya sungguh memuaskan, karena jemari suami kelihatan tak berubah.

Setelah 35 hari dirawat dengan intensif
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stroke Bisa Dicegah, siapa Mau?

Kebanyakan orang yang tidak berkesadaran menjalankan gaya hidup sehat,  berpotensi terserang stroke. Wah, menyeramkan sekali !!! Penyebabnya...