PENGGEMAR layar lebar dan serial
sinetron di era 1980-an pastinya tak asing lagi dengan aktor Herman
Ngantuk, 63. Sosoknya yang penuh semangat, berkebalikan dengan mata
khasnya yang sayu atau lebih tepatnya, seperti orang mengantuk.
Namun,
sosok aktor dengan nama asli Soeherman itu tidak akan menghiasi dunia
perfilman nasional lagi. Sebabnya, ia telah pergi ke pangkuan sang
Pencipta setelah sembilan tahun berjuang melawan penyakit stroke. Herman sempat beberapa kali dirawat di rumah sakit.
Menurut
situs resmi Taman Ismail Marzuki, Herman Ngantuk terakhir dirawat di
Rumah Sakit (RS) Sari Asih Ciputat, Februari 2013. Sebelum berpulang,
Herman pernah mengaku bingung dengan penyakitnya.
"Saya
tidak mempunyai penyakit darah tinggi, kolesterol, dan diabetes. Saat
dilihat dari hasil CT scan ada penyumbatan darah di otak sebelah kiri
dan kata dokter saya kurang istirahat, terlalu sibuk dan stres," ujarnya
beberapa waktu lalu.
Semasa
hidupnya, pria asal Tasikmalaya itu telah membintangi banyak film,
antara lain Sembilan (1967), Kutukan Dewata (1970), Penunggang Kuda dari
Tjimande (1971), Benyamin Brengsek (1973), Bercanda dalam Duka (1981),
Si Jagur (1982), Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi (1982), Tertembaknya
Seorang Residivis (1985), Pertunangan (1985), dan Untuk Sebuah Nama
(1985).
Beberapa
judul sinetron yang pernah dibintanginya, yakni Kisah Serumpun Bambu
(1979), Sengsara Membawa Nikmat (1991), Nasib (1992), Warisan (1994),
Jalur Putuh (1994), Cerpen Metropolitan (1994), dan Oh... Mey Lan
(1996).
Kepiawaiannya mengolah seni berakting ia peroleh lewat pendidikan seni teater di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Meski
ketenaran berada di tangan tak membuat nasib berpihak pada Herman.
Lama tak terdengar namanya di dunia hiburan, ternyata Herman Ngantuk
harus berjuang hidup dengan penyakit stroke selama sembilan tahun. (YA/X-7)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar