Setelah terbaring lebih dari dua bulan karena sakit jantung dan stroke di ruang perawatan intensif RS St Carolus, Alfons Taryadi meninggal dalam usia 77 tahun, Sabtu (18/5) pukul 18.05.
"Bapak
meninggal dengan tenang, ditunggu Ibu, keempat putra dan kedua
cucunya," kata Pax Benedanto, putra sulungnya, di rumah duka St.
Carolus, sesaat sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman San Diego
Hills, Karawang.
Para
pelayat tidak hanya berasal dari lingkungan Kompas Gramedia tempat
Alfons berkarier selama lebih dari 30 tahun, tetapi juga dari berbagai
lingkaran kegiatan lain, seperti Ikatan Penerbit Indonesia, Yayasan
Bhumiksara, Yayasan Pendidikan Driyarkara, dan Himpunan Penerjemah
Indonesia.
Nama
Alfons Taryadi melekat dengan dunia buku. Alfons tidak hanya
menerjemahkan puluhan buku, menulis sejumlah buku, tetapi juga
memberikan perhatian dunia buku. "Kedalaman, itulah ciri khas yang
mengesan pada Mas Alfons," kata Jakob Oetama.
Karena
bawaannya kedalaman dan ketekunan, demikian Agung Adiprasetyo - CEO
Kompas Gramedia, karir Mas Alfons melesat ketika pindah dari harian
Kompas ke unit penerbitan buku tahun 1987, hingga akhirnya memimpin
penerbit PT Gramedia Pustaka Utama tahun 1990 - 1996.
Dunia perbukuan
Selama
enam tahun di penerbitan, Alfons berkembang maksimal dalam dunia buku.
Tidak hanya sibuk dengan urusan bisnis yang menjadi tanggung jawabnya,
menghasilkan puluhan karya pribadi, tetapi juga mengembangkan obsesi
kemajuan perbukuan Indonesia.
Menurut
Maria Theresia Suhesti, istrinya, perhatian besar Alfons pada dunia
buku sampai dibawanya ke ruang perawatan intensif. "Bapak sering tidak
bisa tidur karena memikirkan buku yang belum selesai ditulisnya," kata
Suhesti.
Bergabung
dengan Kompas Gramedia tahun 1966 di majalah Intisari, pindah ke harian
Kompas sebagai editor budaya, memimpin desk artikel kemudian Redaktur
Pelaksana, Alfons Taryadi - sebagai wartawan inisialnya AT - tahun 1987
pindah ke unit penerbitan buku - unit usaha yang menjadi obsesi dan
perhatian utamanya.
Dalam
masa kepemimpinannya di Desk Budaya, liputan dan artikel-artikel
kebudayaan menjadi rujukan dan bahan pembicaraan banyak kalangan. Rubrik
Bahasa Kompas yang hingga saat ini masih ada, dimulai saat Alfons jadi
kepala Desk Budaya.
Penerjemah dan penulis
Alfons
Trayadi, lahir di Klaten 11 Mei 1936, meninggalkan teladan ketekunan,
keteladanan, kebersamaan, dan keramahtamahan. Kehilangan dirasakan
keluarga yang ditinggalkan, dunia perbukuan, dan Kompas Gramedia.
Bagi
rekan-rekan dan bekas anak buahnya di Kompas, kepergiannya melengkapkan
kedukaan setelah dalam dua hari berturut-turut, Jumat dan Sabtu,
ditinggalkan dua senior mereka. Indrawan Sasongko Maryoto dan Alfons
Taryadi - keduanya dimakamkan pada jam dan hari yang bersamaan - Minggu
siang kemarin.
Mas Alfons, selamat jalan ...
(ST SULARTO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar