Cari Blog Ini

Senin, 21 Oktober 2013

MAS ALFONS, SELAMAT JALAN

Setelah terbaring lebih dari dua bulan karena sakit jantung dan stroke di ruang perawatan intensif RS St Carolus, Alfons Taryadi meninggal dalam usia 77 tahun, Sabtu (18/5) pukul 18.05.

"Bapak meninggal dengan tenang, ditunggu Ibu, keempat putra dan kedua cucunya," kata Pax Benedanto, putra sulungnya, di rumah duka St. Carolus, sesaat sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman San Diego Hills, Karawang. 

Para pelayat tidak hanya berasal dari lingkungan Kompas Gramedia tempat Alfons berkarier selama lebih dari 30 tahun, tetapi juga dari berbagai lingkaran kegiatan lain, seperti Ikatan Penerbit Indonesia, Yayasan Bhumiksara, Yayasan Pendidikan  Driyarkara, dan Himpunan Penerjemah Indonesia.

Nama Alfons Taryadi melekat dengan dunia buku. Alfons tidak hanya menerjemahkan puluhan buku, menulis sejumlah buku, tetapi juga memberikan perhatian dunia buku. "Kedalaman, itulah ciri khas yang mengesan pada Mas Alfons," kata Jakob Oetama.  

Karena bawaannya kedalaman dan ketekunan, demikian Agung Adiprasetyo - CEO Kompas Gramedia, karir Mas Alfons melesat ketika pindah dari harian Kompas ke unit penerbitan buku tahun 1987, hingga akhirnya memimpin penerbit PT Gramedia Pustaka Utama tahun 1990 - 1996.

Dunia perbukuan
Selama enam tahun di penerbitan, Alfons berkembang maksimal dalam dunia buku. Tidak hanya sibuk dengan urusan bisnis yang menjadi tanggung jawabnya, menghasilkan puluhan karya pribadi, tetapi juga mengembangkan obsesi kemajuan perbukuan Indonesia. 

Menurut Maria Theresia Suhesti, istrinya, perhatian besar Alfons pada dunia buku sampai dibawanya ke ruang perawatan intensif. "Bapak sering tidak bisa tidur karena memikirkan buku yang belum selesai ditulisnya," kata Suhesti. 

Bergabung dengan Kompas Gramedia tahun 1966 di majalah Intisari, pindah ke harian Kompas sebagai editor budaya, memimpin desk artikel kemudian Redaktur Pelaksana, Alfons Taryadi - sebagai wartawan inisialnya AT - tahun 1987 pindah ke unit penerbitan buku - unit usaha yang menjadi obsesi dan perhatian utamanya. 

Dalam masa kepemimpinannya di Desk Budaya, liputan dan artikel-artikel kebudayaan menjadi rujukan dan bahan pembicaraan banyak kalangan. Rubrik Bahasa Kompas yang hingga saat ini masih ada, dimulai saat Alfons jadi kepala Desk Budaya. 

Penerjemah dan penulis
Alfons Trayadi, lahir di Klaten 11 Mei 1936, meninggalkan teladan ketekunan, keteladanan, kebersamaan, dan keramahtamahan. Kehilangan dirasakan keluarga yang ditinggalkan, dunia perbukuan, dan Kompas Gramedia.

Bagi rekan-rekan dan bekas anak buahnya di Kompas, kepergiannya melengkapkan kedukaan setelah dalam dua hari berturut-turut, Jumat dan Sabtu, ditinggalkan dua senior mereka. Indrawan Sasongko Maryoto dan Alfons Taryadi - keduanya dimakamkan pada jam  dan hari yang bersamaan - Minggu siang kemarin.  

Mas Alfons, selamat jalan ...
(ST SULARTO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stroke Bisa Dicegah, siapa Mau?

Kebanyakan orang yang tidak berkesadaran menjalankan gaya hidup sehat,  berpotensi terserang stroke. Wah, menyeramkan sekali !!! Penyebabnya...