Minum jus buah
setiap hari? Mengapa tidak? enak dan segar! Kalau sayur? Ih, langu...
Masyarakat kita memang lebih mementingkan "rasa" daripada "manfaat"
makanan. Padahal kalau tahu manfaat buah dan sayur, mungkin persepsi dan
pola makan kita akan berubah.
Selama
ini buah dan sayur dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral sehingga
disarankan untuk selalu ada dalam menu pangan sehari-hari.
Dalam
anjuran makan "empat sehat lima sempurna", ada buah dan sayur, selain
makanan pokok dan lauk-pauk. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya
sudah mengetahui pentingnya buah dan sayur, tetapi kenyataannya, menu
makan sehari-hari orang Indonesia lebih didominasi oleh karbohidrat dan
sangat sedikit buah dan sayur.
Dalam
berbagai penelitian yang dilakukan di negara-negara maju akhir-akhir
ini, buah dan sayur banyak dikaitkan dengan kemampuannya untuk
melindungi tubuh dari berbagai penyakit degeneratif. Hal ini karena,
selain sebagai sumber vitamin dan mineral, buah dan sayur juga merupakan
sumber serat pangan serta kaya akan antioksidan, khususnya dari
golongan flavonoid.
Flavonoid
- menurut Robinson dalam bukunya Kandungan Organik Tumbuhan tinggi -
adalah suatu senyawa yang kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus c6
(cincin benzena tersubstitusi) yang dihubungkan oleh 3 karbon. Flavonoid
ini banyak terdapat dalam tanaman, dan lebih dari 4.000 jenis sudah
teridentifikasi. Dalam tanaman itu sendiri, flavonoid mempunyai aneka
fungsi seperti untuk menarik serangga yang membantu penyerbukan,
membantu fotosintesis, antimikroba, dan antivirus.
Beberapa
contoh dari flavonoid yang sudah diketahui bermanfaat untuk manusia
adalah isoflavon yang terdapat dalam kedelai, katekin yang terdapat
dalam teh, dan antosianin yang terdapat dalam buah duwet dan anggur
merah.
Absorbsi Flavonoid
Secara
in vitro (dalam tabung reaksi), aktivitas antioksidan yang kuat dari
berbagai flavonoid sudah terbukti, tetapi secara in vivo (dalam tubuh
makhluk hidup) baru sedikit data.
Keberadaan
flavonoid dalam makanan sebelumnya dianggap tidak bermanfaat karena
kebanyakan flavonoid dalam tanaman, kecuali katekin, terikat dengan gula
sebagai glikosida.
Glikosida
ini dianggap tidak bisa diserap karena molekulnya besar. Namun,
kemudian banyak bukti menunjukkan bahwa flavonoid glikosida mudah
diserap oleh manusia dan tikus percobaan tanpa perlu dihidrolisis
terlebih dahulu.
Beberapa
penelitian yang menunjang pendapat ini antara lain, pada 36 manusia
tidak merokok yang sehat terlihat bahwa peningkatan konsumsi buah dan
sayur dari 5 porsi/hari menjadi 10 porsi/hari menghasilkan peningkatan
kapasitas antioksidan plasma secara nyata. Peningkatan kapasitas
antioksidan dalam plasma atau polifenol total pada plasma manusia juga
terjadi setelah mengonsumsi red wine dan sari buah anggur.
Fenomena
pertama bahwa flavonoid bisa berfungsi sebagai perlindungan terhadap
penyakit jantung dikemukakan tahun 1979 dalam suatu penelitian yang
menggunakan data dari 17 negara. Hasilnya menunjukkan adanyan hubungan
terbalik antara kematian akibat penyakit jantung koroner dan kebiasaan
minum anggur. Fenomena ini dikenal sebagai French Paradox. Orang
Perancis yang mempunyai kebiasaan minum anggur merah sesudah makan tidak
banyak terserang penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang
Amerika Utara pada kondisi kesehatan yang sama (kadar kolesterol serum,
konsumsi lemak jenuh, tekanan darah, kesukaan merokok). Saat itu baru
dapat dihipotesiskan, konsumsi anggur yang lebih banyak pada orang
Perancis-lah yang menjadi penyebab ketahanannya terhadap penyakit
jantung. Kemudian diketahui bahwa anggur merah banyak mengandung
flavonoid, yang mempunyai efek perlindungan terhadap penyakit jantung
koroner.
Selain
itu, dari studi selama lima tahun terhadap pria usia lanjut di Belanda,
diketahui bahwa konsumsi teh, bawang merah, dan apel dapat menurunkan
kematian akibat penyakit jantung. Studi lain di Finlandia dan Amerika
Serikat menunjukkan hasil yang mirip juga terhadap 552 responden lain di
Belanda; terlihat bahwa konsumsi teh hitam mengakibatkan penurunan
risiko stroke, sedangkan konsumsi vitamin C dan vitamin E saja tidak mengakibatkan penurunan risiko stroke.
Flavonoid
juga dapat mengurangi risiko kematian hewan percobaan akibat diabetes.
Pada tikus yang diberi flavonoid lemon terlihat ada penurunan "nilai
TBARS" (satuan untuk oksidasi lipid) pada hati, ginjal, dan serum darah
dibandingkan dengan tikus diabetes yang tidak diberi flavonoid.
Flavonoid lemon dalam hal ini memengaruhi penekanan oksidasi lipid pada
hati, ginjal, dan serum.
Institut
Kanker Nasional Amerika Serikat bahkan sudah menganjurkan untuk
mengonsumsi setidaknya lima porsi buah dan sayur/hari. Satu porsi adalah
satu kali saji, misalnya, untuk apel dan jeruk satu buah ukuran medium
(154 gram), sedangkan untuk anggur setengah cangkir (138 gram).
Nah,
... mari kita ramai-ramai mengonsumsi jus buah dan sayur, dan mengganti
snack dan camilan dengan buah dan sayur. Niscaya kita akan hidup lebih
sehat dan terbebas dari risiko berbagai penyakit degeneratif. Semoga!
DR LYDIA NINAN LESTARIO, MS
Dokter di Bidang Ilmu Pangan serta Dosen di Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar