Pria ini pernah terserang stroke, levernya rusak, kena serangan jantung, juga sakit diabetes. Namun, lebih dari 20 tahun Sri Haryanto tetap segar dan kuat. Semua itu berkat senam pernapasan, meditasi, dan jamu yang dibuat dan ditularkan kepada ribuan orang di Indonesia.
Segala bentuk penderitaan, semisal sakit, biasanya membawa hikmah tersendiri entah bagi yang mengalaminya ataupun yang tidak. Begitu pula yang terjadi pada Sri Haryanto Sugeng Nugroho.
Pak Sri atau Sri, begitu pria kelahiran Batutulis, Bogor ini sering disebut, pernah menderita sakit komplikasi jantung koroner, stroke, diabetes, dan sirosis lever di tahun 1982. "Waktu itu saya sempat dirawat di rumah sakit selama dua bulan," ujarnya.
Penyakit ini jelas membuat Sri tidak berdaya. "Ini akibat makan yang tidak teratur sempat berat badan saya mencapai 90-an kg. Akibatnya, saat itu saya hanya bisa berbaring di tempat tidur. Untungnya saat serangan stroke datang, kepala saya tidak terbentur lantai. Jadi masih aman," tuturnya.
Kondisi memburuk dialaminya. Efek obat yang harus ditelan menyebabkan sekujur badannya lebam-lebam biru dan gatal-gatal, tubuh lemah dan sulit digerakkan. Perut mual, ingin muntah, ditambah pikiran yang tidak tenang, melengkapi penderitaan bapak sembilan anak ini.
Akibatnya, saya diberi obat penenang dengan kadar tinggi. Tapi, obat-obat itu justru malah membuat sirosis hati saya jadi parah," katanya. Tentu saja kemudian hanya vitaminlah yang boleh diasupnya.
Daripada kelamaan di rumah sakit hanya diberi vitamin, Sri memutuskan pulang ke rumah, menjalani perawatan sendiri. Atas anjuran teman, dia mencoba minum air kelapa hijau. Tiga hari kemudian, gatal-gatal menghilang dan kulit menjadi kering.
Kebetulan sebuah artikel tulisan Dr Russel dari majalah Newsweek dibacanya. Judul artikel Gunakanlah Oksigen Sebagai Obat menggugah gairahnya. Dipraktikkannya nasihat itu. Sri mencoba manarik napas panjang, menggerak-gerakkan kedua tangan dan kaki. Hasilnya, Sri langsung bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya mulai tenang. Perut tidak mual lagi.
Bahkan, dia kemudian mencoba menenangkan diri atau bermeditasi selama sepuluh sampai 20 menit seperti dianjurkan dalam bacaan itu. "Sambil mendengarkan musik-musik instrumentalia yang disetel anak saya," ujarnya.
Hebatnya, gairah hidup Sri menyala kembali. Satu bulan kemudian dia bisa bangun sendiri. "Syukurlah, enam bulan kemudian saya sudah sehat. Walau masih ada keluhan saya sudah tidak selemah sebelumnya. Bahkan, sampai sekarang saya segar," ceritanya. Tentu saja, itu berkat beberapa ramuan tanaman obat seperti sambiloto dan temulawak yang diasupnya selain praktik pernapasan.
Mulai dari Diri Sendiri
Dalam proses pengobatan itu, tanpa disadari, Sri sebenarnya menyembuhkan diri sendiri. "Waktu saya coba rasakan bahwa hangat di antara kedua tangan, saya kaget. Tangan ini kok bergerak sendiri ke arah lever, dada, dan kepala. Bahkan tangan kiri yang lumpuh ini mulai bergerak mengikuti tangan kanan," ujar Sri. Padahal, waktu itu dia hanya berdoa agar Tuhan memberinya kesehatan.
Lalu, dia meminta sang istri membeli buku-buku prana dan segala macam yang terkait dengan penyembuhan. "Dari bacaan saya tahu kemudian, kalau gerakan tangan saya ke arah perut, dada, atau di atas kepala itu menyembuhkan diri sendiri. Ternyata, saya memprana diri sendiri," ungkapnya senang.
Sri menyimpulkan, "Kalau begitu sebenarnya setiap orang bisa menyembuhkan diri sendiri." Bahkan, bacaan-bacaan semisal Serat Centhini membukakan pikirannya bahwa sebenarnya anugerah Tuhan itu luar biasa.
"Kita diberi anugerah untuk bisa hidup sehat secara mandiri bila tahu teknik-teknik khusus seperti pijat tangan, telinga, juga prana. Dan ilmu itu tidak hanya ada di negeri Cina melainkan juga di Tanah Jawa ini," ungkapnya bersemangat.
Semangat dan gairah Sri semakin menyala. Saudara-saudara dekat mulai dijadikan sasaran praktik. "Tentu saja diri sendiri sampai sekarang jadi laboratorium, entah itu untuk prana maupun tanaman tradisional," ceritanya.
Pernah di bulan Februari tahun 2000, kadar SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) Sri setinggi 104,9. Bulan Juli 2000 turun menjadi 41,2 dan terakhir tahun 2003 menjadi 34. Sementara kadar SGPT (Serum Glutamate Pyruwate Transaminase) yang pernah setinggi 94,1 menurun jadi 39,9 dan akhrinya 36. "Kadar SGOT normal antara 10-35 dan SGPT normal antara 9-43," kata Sri sambil menunjukkan hasil laboratoriumnya.
Kedua tes ini untuk mengetahui kadar kerusakan hati/lever. Dan hasil tes ini membuktikan sehat secara mandiri dengan tanaman obat, prana, dan meditasi bisa dilakukan siapa saja.
"Ini bukti kalau anugerah Tuhan itu begitu besar pada manusia. Kita bisa menyembuhkan diri sendiri. Tentu sebelum semuanya jadi parah," sebut pria berusia 64 tahun ini.
Sri lalu memperluas pengetahuannya tidak hanya lewat buku, melainkan juga seminar-seminar yang diikutinya. Tanpa keraguan sedikitpun, tahun 1988 Sri mulai melangkah jauh. Sebuah Yayasan bernama Anugrah Agung didirikan. "Untuk mengingatkan semua orang bahwa anugerah Tuhan itu memang agung, besar."
Lembaga pengobatan alternatif inilah yang kemudian memayungi segala aktivitasnya. Mengajar meditasi, senam pernapasan, dan menyembuhkan banyak orang dimulainya di Puri Sewon Asri E-1, Jl. Parangtritis Km 6,5 , Yogyakarta.
Aktivitas berikutnya Sri mulai membakukan gerakan-gerakan senam dan model-model meditasi yang pernah ditemukannya.
Beberapa teknik dikonsultasikan ke teman-temannya yang kebetulan adalah dokter. "Mereka itu tadinya pasien saya," ujarnya. Gerakan penyembuhan yang ditemukannya digabung dengan gerakan pernapasan lain yang pernah dibacanya di buku dan seminar adalah kekayaan Anugrah Agung.
Banyaknya orang yang ingin disembuhkan membuat Sri kewalahan. Akhirnya dilatihlah orang-orang yang bisa dijadikannya asisten. Pelatihan tetap berlanjut, tidak sekadar untuk menyembuhkan diri sendiri melainkan juga orang lain.
Tempat pelatihan pun menyebar. Di Jakarta Timur ada di Cipinang Kebembem Raya E-3, di Surabaya di Jl. Gayung Kebonsari No. 34 Blok A-3, di Kalimantan Tengah ada di Jl. Kecubung 1 No 1. "Dan yang baru ini ada di Makassar, Jl. Pengayoman Ruko Mirah 1 B-1," ujarnya.
Selanjutnya Sri dikenal sebagai penyembuh. Tiga ribu muridnya kira-kira. "Bahkan, banyak dari mereka yang juga membuka praktik. Tentu saja saya senang dan bangga," ujarnya.
Lalu, setiap kali ada seminar atau pelatihan semisal di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Sri diundang. Pada pelatihan meditasi dan senam pernapasan untuk para artis yang sedang syuting sinetron Kecil-kecil Jadi Manten, Sri pun diundang. Di kalangan pengobat tradisional di Yogyakarta, Sri malah diminta menjadi ketua umum paguyuban Battra (pengobat tradisional).
Belum Kesampaian
Sebagai pelengkap, semula Sri hanya meresepkan bahan ramuan tradisional yang dibeli di pasar. "Karena itu saya tidak pernah meminta ongkos untuk setiap pengobatan. Setiap orang yang datang mau memberi berapa, saya terima," ceritanya.
Namun, setelah Sri mulai membuat ramuan semisal jamu sehat bernama Suharnu tahun 1995, pasien yang butuh obat ini mesti membayar. " Itu untuk mengganti ongkos membayar karyawan saya," tuturnya.
Tadinya produksi jamu ini hanya dua, jamu Susut Badan dan Suharnu. Sekarang sudah mencapai delapan jenis. "Ada Nirputsri Plus untuk mencegah tumor, Bergas Waras untuk kesuburan dan vitalitas, diastri untuk diabetes, Galinu untuk pegal linu, dan lain-lain," ungkapnya.
Sri dulunya adalah bekas karyawan sebuah perusahaan jamu yang berpusat di Solo. Tidak heran bila racikan ramuan tradisional pun dikuasainya.
"Tentu tidak semata-mata dari Air Mancur saya belajar tentang jamu, melainkan ada juga guru saya seperti Pak Broto Sudibyo, BSc, juga ayah angkat saya Dr. BM Chee," paparnya. "Kebetulan juga ada anggota Anugrah Agung yang berprofesi sebagai apoteker yang membantu mengawasi produk."
Perusahaan Obat Tradisional Sri Haryanto ini sekarang memiliki karyawan sebanyak 27 orang dan semuanya ditangani oleh putra Sri yang ke-9. "Saya menangani Anugrah Agung saja," ucapnya.
Upaya menggunakan herbal sebagai terapi pelengkap selain senam pernapasan, meditasi, dan prana disadarinya sebagai upaya mengembangkan terapi pengobatan tradisional. "Malah saya bercita-cita membuat balai pengobatan yang isinya semua adalah pengobatan alternatif, Dik," ujarnya pada SENIOR.
Walau sampai sekarang belum kesampaian, Sri tetap terus jalan. Ia ingin semua orang sehat, mengenal dan menghargai pengobatan tradisional. "Apalagi yang khas Jawa," ungkap pria asli Jawa ini. Pantas sja!
@Abdi Susanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar