Cari Blog Ini

Selasa, 13 Mei 2014

Cahyono, Pelawak Jayakarta Group. Menjadi Mualaf Karena Bergetar Mendengar Suara Azan

Pernah terkenal di tahun 70-an bersama grup lawak, Jayakarta Group yang beranggotakan Cahyono, Uuk, Ester dan Jojon. Kini dari empat anggota tersebut, tinggal Cahyono yang masih hidup. Setelah menepi dari hingar bingar dunia hiburan, kini Cahyono memutuskan menjadi pendakwah. Lalu bagaimana kehidupan Cahyono yang belum lama ini sembuh dari penyakit stroke yang pernah dideritanya?

Nama saya Cahyono. Lahir di Banyuwangi, Jawa Timur 26 Desember 1951. Saya pernah berkarier sebagai pelawak dari tahun 1970-1990-an. Waktu itu bersama tiga teman yakni Uuk, Ester dan Jojon, kami membentuk grup lawak yang diberi nama Jayakarta Group. 

Jujur saja, dulu saya tidak pernah berpikir nantinya akan menjadi pelawak. Karena dulu cita-cita saya adalah menjadi seorang sarjana ekonomi. Namun nasib berkata lain, berawal dari hobi bermain lawakan bersama teman-teman, justru membuat saya menjadi seorang pelawak yang terkenal.

Tak banyak yang bisa diceritakan mengenai masa kecil saya. Ibu Ngailah berasal dari Solo. Sedangkan ayah Suhardi dari Madiun. Tetapi saya lahir di Banyuwangi. Saya anak ke-4 dari 9 bersaudara. Umumnya kakak dan adik tinggal di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan saya memutuskan menetap di Kota Megapolitan ini.

Pahit manis kehidupan sudah saya rasakan. Di umur 63 tahun ini, saya hanya ingin hidup bahagia, dan berbagi firman-firman Allah SWT. Apa pun kehidupan yang saya jalani saat ini itu sudah membuat saya bahagia.

Jayakarta Group
Dari kecil memang saya senang bermain sandiwara bersama teman sebaya. Sesekali kami dipanggil dari satu sekolahan ke sekolah lainnya untuk bermain sandiwara lawak. Bahkan semua ekstra kurikuler sekolah pada saat itu saya ikuti, jika itu bisa mengekspresikan bakat yang saya miliki.

Tetapi karena telah menikmati menjadi penghibur, pendidikan saya terbengkalai. Saya tidak bisa menyelesaikan pendidikan di SMA. Hingga akhirnya saya dan temen-teman memutuskan untuk bermain sandiwara lawak sekaligus mencari tambahan biaya hidup sehari-hari.

Jerih payah saya pun tak sia-sia. Kami sering kali dibayar oleh pihak sekolah ketika sedang manggung di acara pentas seni sampai acara kelurahan. Dari situlah saya mulai mengasah kemampuan saya dalam berlakon, saya belajar manggung dari satu sekolah ke sekolah lainnya. 

Saya menekuni aksi panggung keliling bersama teman di Banyuwangi hingga akhirnya di tahun 1974, saya bersama teman-teman mendapat kehormatan untuk tampil di acara HUT DKI Jakarta yang berlokasi di acara Jakarta Fair. Dari sini awal semuanya,di sanalah Jayakarta bermula.

Terus terang, bagi saya Jayakarta merupakan bagian indah hidup yang tidak bisa saya lupakan seumur hidup. Awalnya kedekatan kami berempat merupakan suatu kebetulan. Saya dilihat oleh Mas Jojon, tampil begitu menghibur. Diajaklah saya bertemu dengan Uuk dan Ester. Kala itu, kami saling memberikan aspirasi dari apa yang kami pikirkan, lalu kami satukan ide menjadi sesuatu yang baru dan juga menghibur. Itulah yang membuat kami selalu kompak. Karena kami senang menbahas kritik dan saran usai pentas.

Perjalanan Jayakarta tak tiba-tiba berada di puncak, kami memulai karier dari nol. Kami sering mempromosikan grup kami dari panggung ke panggung. Hingga suatu hari ada seorang produser film yang menawarkan kami untuk bermain film. Kami pun senangnya bukan main.

Akhirnya di tahun 1990, kami pun memproduksi film pertama yang berjudul Oke Boss. Bagiku film tersebut merupakan sebuah penghargaan bagi saya. Selain menjadi film perdana saya dan juga Jayakarta, film tersebut membangkitkan sisi emosi saat berakting. Di film tersebut saya merasa sangat total dalam membawakan peran sebagai 'Cahyo'.

Menjadi Mualaf
Saya yakin bahwa setiap manusia memiliki Tuhan. Hanya cara kita menemukanNya yang berbeda. Tahun 1993, ketika berusia 42 tahun, saya mendapatkan hidayah.Waktu itu, saya sedang bermain bola, ketika itu saya mendengar suara adzan berkumandang, tidak tahu mengapa tetapi hati saya langsung bergetar, seakan terenyuh mendengarkan betapa merdunya panggilan salat tersebut. Saat itu juga saya meyakini bahwa inilah agama saya yang sesungguhnya, agama ini yang saya anggap paling benar. 

Untuk mendalami agama Islam, Mas Jojon adalah sahabat baik saya. Bisa dikatakan saya menjadi mualaf merupakan jasanya beliau. Mas Jojon seringkali menjelaskan tentang Islam agar mudah saya pahami.

Grup ini memang tidak bubar, namun seiring waktu, setiap kami memiliki kesibukan sehingga masing-masing berjalan sendiri. Dan selepas dari kesibukan Jayakarta Grup, saya memutuskan mendalami ajaran agama Islam dan melakukan syi'ar agar pengalaman hidup saya ini bisa menjadi masukan positif bagi masyarakat. 

Bertemu Jodoh
Setiap manusia dilahirkan berpasang-pasangan. Jika saya berbicara pertemuan indah tersebut, saya ingin sekali mengulang masa-masa itu. Saya menikah dengan Dede Nurbaiti merupakan anugerah. Bermula dari seorang jamaah yang rajin mendengar tausiah sang penceramahnya. Itulah awal bertemunya kami.

Tahun 1995, saat itu saya berumur 44 tahun. Memang tidak muda, namun itulah jalan hidup. Saya selalu jalani dengan rasa bersyukur. Ketika itu saya baru saja menjalani kehidupan baru sebagai mualaf selama kurang lebih dua tahun. Saya pun sering berkeliling kota untuk memberikan dakwah dan membagikan pengalaman saya kepada khalayak.

Namun, di setiap kesempatan, mata saya tertuju kepada sosok seorang wanita muslimah yang selalu hadir ketika saya memberikan ceramah di beberapa tempat. Saya lalu mulai mendekatinya dan mencari tahu siapa wanita itu. Saya  bukanlah seseorang yang banyak berbasi-basi. Momen itu saya gunakan untuk mengajaknya makan bersama. Ternyata kesukaan kami pun sama. Kami berdua merupakan penikmat makanan enak. Mulai dari kambing guling, gulai, rendang dan lainnya. Ketika diajak berbicara pun sangatlah mengasyikkan. Tak perlu berpikir lama, satu bulan setelah kami saling mengenal, saya pun melamarnya dan akhirnya kami menikah.

Keluarga kecil kami sangat bahagia, kami diberkati dua orang anak yakni Nuraini Fajrin dan Muhammad Saddan Ali. Kebahagiaan saya pun serasa lengkap.

Stroke
Namun hidup bahagia yang saya rasakan tiba-tiba terengut. Maret 2013 saya terkena serangan stroke akibat terlalu banyak mengonsumsi kepiting. Memang sehari sebelumnya kami keluarga pergi untuk menyantap kepiting. Kepiting itu enak sekali, saya sangat menyukainya. Saat terjadi serangan stroke kala itu, saya sedang berada di rumah. Tak disangka, ketika saya masuk ke kamar mandi saya merasa sekujur tubuh saya tidak dapat digerakkan. Seperti ada kesemutan yang teramat sangat sakit jika dirasakan. Anak dan istri saya pun tersentak kaget dan segera membawa saya ke rumah sakit terdekat.

Setelah melalui beberapa tahap pemeriksaan, akhirnya saya harus dirawat inap sampai kondisi membaik. Satu bulan saya terbaring di rumah sakit. Saya masih bersyukur bahwa stroke  yang saya alami masih dapat disembuhkan. Setelah saya melakukan scan guna pengecekan ulang hasilnya masih bagus. Jadi tidak sampai terkena otak. Saya selalu berdoa, 'Ya Allah sembuhkanlah hamba, kuatkanlah hamba menghadapi cobaanmu'. Itu yang selalu saya ucapkan. Dan saya sangat bersyukur karena bisa sembuh.

Karena pernah stroke, saya sudah tidak diperbolehkan memakan makanan yang enak-enak, mulai dari sate, dan gulai. Bahkan makanan favorit saya adalah rendang dan kambing guling tidak diperbolehkan lagi mengonsumsinya.

Bagi saya, kita harus selalu bahagia, dan kita harus bisa membuat orang lain bahagia. Jika kita tidak bisa membuat bahagia orang lain, minimal jangan membuat sedih orang lain.
Leonina K Lahama               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stroke Bisa Dicegah, siapa Mau?

Kebanyakan orang yang tidak berkesadaran menjalankan gaya hidup sehat,  berpotensi terserang stroke. Wah, menyeramkan sekali !!! Penyebabnya...